BAHASA INDONESIA
PRASASTI KEDUKAN BUKIT, TALANG TUWO, KOTA KAPUR,
KARANG BERAHI, GANDASULI DAN CIARUTEUN (BOGOR)
Disusun Oleh :
NAMA : IKRIMAH
NPM : 10.21.0005
JURUSAN : BAHASA INGGRIS
FAKULTAS : FKIP
Dosen Pembimbing : Nurhasanah, M.Pd
UNIVERSITAS
ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARY
BANJARMASIN
2012
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia yang berjudul Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, Kota
Kapur, Karang Berahi, Gandasuli dan Ciaruteun (Bogor)
Dan tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang telah memberikan saran pendapat dan dukungan kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari sempurna, karenanya saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis
harapkan guna penyempurnaan kelak.
Akhirnya mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Amiin !
Wabillahitaufiq
walhidayah
Banjarmasin, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
hlm
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1.1 PRASASTI
KEDUKAN BUKIT 1
A.
ISI PRASASTI 2
B.
TERJEMAHAN 2
1.2 PRASASTI
TALANG TUWO 3
A.
ISI PRASASTI 3
B.
TERJEMAHAN 5
1.3 PRASASTI
KOTA KAPUR 6
A. ISI
PRASASTI 7
B. TERJEMAHAN 8
1.4 PRASASTI
KARANG BERAHI 9
A. ISI PRASASTI 10
1.5 PRASASTI GANDASULI 11
A. ISI
PRASASTI 13
1.6 PRASASTI CIARUTEUN (BOGOR) 13
A. ISI
PRASASTI 14
B. TERJEMAHAN 14
Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis
pada bahan yang keras dan tahan lama. Penemuan prasasti pada sejumlah situs
arkeolog, menandai akhir dari zaman prasejarah, yakni babakan dalam sejarah
kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajari
tentang prasasti disebut Epigrafi.
Kata prasasti berasal dari bahasa Sansekerta,
dengan arti sebenarnya adalah “pujian”. Namun kemudian dianggap sebagai
“piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang atau tulisan”. Di kalangan
arkeolog prasasti disebut inskripsi, sementara di kalangan orang awam disebut
batu bertulis atau batu bersurat.
Prasasti-prasasti ini ditulis dalam aksara serta bahasa-bahasa
asli nusantara dan bahasa-bahasa asing, seperti bahasa Sansekerta.
1.1 PRASASTI
KEDUKAN BUKIT
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada
tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan
35 Ilir,
Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum
Nasional Indonesia
dengan nomor D.146.
A. ISI PRASASTI
§
svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu
§
klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<(m> nāyik di
§
sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa
§
apunta hiya,vulan jyeşţha d<(m> maŕlapas dari minānga
§
vala dualakşa dangan ko-(sa)(tāmvan mamāva yam
§
duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu
§
di mata jap(tlurātus sapulu dua vañakña dātam
§
sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula<n>...
§
marvuat vanua...(laghu mudita dātam
§
śrīvijaya jaya siddhayātra subhikşa...
B. TERJEMAHAN
- Selamat !
Tahun Śaka telah lewat 604, pada hari ke sebelas
- paro-terang
bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di
- sampan mengambil
siddhayātra. di hari ke tujuh paro-terang
- bulan Jyestha
Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga
- tambahan membawa
bala tentara dua laksa dengan perbekalan
- dua ratus cara
(peti) di sampan dengan berjalan seribu
- tiga ratus dua
belas banyaknya datang di mata jap (Mukha Upang)
- sukacita. di
hari ke lima paro-terang bulan....(Asada)
- lega gembira
datang membuat wanua....
- Śrīwijaya jaya, siddhayātra
sempurna....
Prasasti Talang
Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) pada
tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang, dan dikenal
sebagai peninggalan Kerajaan
Sriwijaya.
Keadaan
fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm.
Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret
684 Masehi), ditulis dalamaksara Pallawa, berbahasa Melayu
Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan
mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat
dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan
di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor
D.145.
A. ISI PRASASTI
Berikut adalah tulisan yang terdapat pada
Prasasti Talang Tuwo :
§
Svasti
§
cri cakavarsatita 606 dim dvitiya
cuklapaksa vulan caitra
§
sana tatkalana parlak Criksetra ini
§
niparvuat parvan dapunta hyang Cri
Yayanaca (-ga) ini pranidhanan dapunta hyang savanakna yang nitanam di sini
§
niyur pinang hanau rumviya dngan samicrana
yang kayu nimakan vuahna
§
tathapi haur vuluh pattung ityevamadi
§
punarapi yang varlak verkan dngan savad
tlaga savanakna yang vualtku sucarita paravis prayojanakan punyana sarvvasatva sacaracara
§
varopayana tmu sukha di asannakala di
antara margga lai
§
tmu muah ya ahara dngan air niminumna
§
savanakna vuatna huma parlak mancak muah
ya manghidupi pacu prakara
§
marhulun tuvi vrddhi muah ya jangam ya
niknai savanakna yang upasargga
§
pidana svapnavighna
§
varang vuatana kathamapi
§
anukula yang graha naksatra pravis diya
§
Nirvyadhi ajara kavuatanana
§
tathapi savanakna yam khrtyana satyarjjava
drdhabhakti muah ya dya
§
yang mitrana tuvi janan ya kapata yang
vivina mulang anukala bharyya muah ya
§
varamsthanana lagi curi ucca vadhana
paradara di sana punarapi tmu ya kalyanamitra
§
marvvangun vodhicitta dngan maitridhari di
dang hyang ratnaraya jangan marsarak dngan dang hyang ratnaraya.
§
tathapi nityakala tyaga marcila ksanti
marvvangun viryya rajin tahu di samicrana cilpakala paravis
§
samahitacinta
§
tmu ya prajna smrti medhavi
§
punarapi dhairyyamani mahasattva
vajracarira
§
anubamacakti
§
jaya tathapi jatismara
§
avikalendriya
§
mancak rupa
§
subjaga hasin halap
§
ade yavakya vrahmasvara
§
jadi laki
§
svayambtu
§
puna (ra) pi tmu ya cintamaninidhana tmu
janmavacita. karmmavacita clecavacita
§
avasana tmu ya anuttarabhisamyaksam vodhi
B.
TERJEMAHAN
Berikut
ini adalah isi dan terjemahan prasasti tersebut, sebagaimana diterjemahkan
oleh George Cœdès.
Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi,
pada saat itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra dibuat di bawah pimpinan
Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang ditanam di sini,
pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya
dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan
semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan
kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan
semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi
jalan terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu
beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta air
minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi berlebih (panennya). Semoga
suburlah ternak bermacam jenis yang mereka pelihara, dan juga budak-budak milik
mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak
bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang
menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan
selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada
mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati
mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia. Lebih-lebih lagi, di
mana pun mereka berada, semoga di tempat itu tidak ada pencuri, atau orang yang
mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah. Selain itu, semoga
mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka
lahir pikiran Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga Ratna, dan semoga mereka
tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka
bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka
terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis;
semoga semangat mereka terpusatkan, mereka memiliki pengetahuan, ingatan,
kecerdasan. Lagi pula semoga mereka teguh pendapatnya, bertubuh intan seperti
para mahāsattwa berkekuatan tiada bertara, berjaya, dan juga ingat akan
kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, berbentuk penuh,
berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan, suara Brahmā. Semoga
mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat mereka sendiri;
semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan atas
kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga
akhirnya mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi agung.
Prasasti Kota Kapur adalah temuan arkeologi prasasti Sriwijaya yang
ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini
dinamakan menurut tempat penemuannya yaitu sebuah dusun kecil yang bernama
"Kotakapur". Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan
menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua
berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K.
van der Meulen pada bulan Desember 1892.
Prasasti ini
pertama kali dianalisis oleh H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang
bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya
ia menganggap "Śrīwijaya" adalah nama seorang raja.George Coedes lah yang
kemudian berjasa mengungkapkan bahwa Śrīwijaya adalah nama sebuah kerajaan
besar di Sumatra pada abad ke-7 Masehi, yaitu kerajaan yang kuat dan pernah
menguasai bagian barat Nusantara, Semenanjung Malaysia, dan Thailand bagian
selatan.
A. ISI PRASASTI
Prasasti Kota
Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat
oleh Dapunta Hiyaŋ, seorang penguasa dari Kadātuan Śrīwijaya. Inilah isi
lengkap dari Prasasti Kota Kapur, seperti yang ditranskripsikan dan
ditejemahkan oleh Coedes :
1.
Siddha titam hamba nvari i avai kandra
kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu
paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai.
2.
Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai
kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan kadatuan çrivijaya.
kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan.
3.
paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami
paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu
din drohaka. tida ya.
4.
Marppadah tida ya bhakti. tida yan
tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran
inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwi-
5.
jaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana.
tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra
gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
6.
Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi.
janan muah ya sidha. pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi
nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu-
7.
ruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini
tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. saranbhana uran drohaka tida bhakti
tatvarjjava diy aku, dhava vua-
8.
tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya
bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa dattua. çanti muah
kavuatana. dngan gotrasantanana.
9.
Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa
muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan
vaichaka. tatkalana
10. Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala
çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.
B. TERJEMAHAN
1.
Keberhasilan ! (disertai
mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)
2.
Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang
sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa
yang mengawali permulaan segala sumpah !
3.
Bilamana di pedalaman semua daerah yang
berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberontak yang bersekongkol
dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan
kata pemberontak;
4.
yang mengenal pemberontak, yang tidak
berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada
mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi
pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk
melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan
biar mereka
5.
dihukum bersama marga dan keluarganya.
Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti mengganggu :ketenteraman
jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun,
memakai racun upas dan tuba, ganja,
6.
saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya
pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil
dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu; biar pula
mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang
7.
supaya merusak, yang merusak batu yang
diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung. Biar para
pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar
pelaku perbuatan tersebut
8.
mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang
takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai
datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya
9.
dengan keberhasilan, kesentosaan,
kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri
mereka ! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28
Februari 686 Masehi), pada saat itulah
10. kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika
bala tentara Śrīwijaya baru berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak
takluk kepada Śrīwijaya.
Prasasti
ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran
tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak.
1.4 PRASASTI
KARANG BERAHI
Prasasti Karang Berahi adalah sebuah prasasti dari
zaman kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada tahun 1904
oleh Kontrolir L.M. Berkhoutdi tepian Batang Merangin. Prasasti ini
terletak pada Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi.
Prasasti ini tidak
berangka tahun, namun teridentifikasi menggunakan aksara Pallawa dan
bahasanya Melayu Kuna. Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk
atau setia kepada raja dan orang-orang yang berbuat jahat. Kutukan pada isi
prasasti ini mirip dengan yang terdapat pada Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu.
Prasasti Kerang Berahi merupakan prasasti
peninggalan kerajaan Sriwijaya, ditemukan dikampung Karang Berahi daerah Hulu
Sungai Merangin, Jambi pada tahun 1904 M oleh Kontrolir L.M . oleh sebab itu
prasasti ini disebut sesuai dengan nama kampung tempat ia ditemukan. Prasasti
itu bertarikh, tapi para sarjana memperkirakan prasasti itu dibuat sekitar
tahun 680 an, atau akhir abad ke-7 M.
Prasasti tersebut dari batu berukuran 90 cm x 90 cm x
10 cm, bagian bawahnya telah patah dan berbentuk seperti telur.
Para sarjana memperkirakan, fungsi prasasti Karang Berahi
sama dengan prasasti Kota Kapur dan Palas Pasembah, yaitu sumpah dan kutukan
pada yang berani melawan kedatuan Sriwijiya, disertai balasan apa yang akan
diterima. Bagi para penentang raja tersebut, sumpah dan ancaman tersebut
ditunjukkan pada musuh dalam negeri. Namun musuh-musuh dalam negeri itu sulit
dijelaskan lebih lanjut, sebab batas dan luas kerajaan Sriwijaya saat itu sulit
diketahui secara pasti. Berkaitan dengan fungsi ada yang menyamakan pengeluaran
prasasti ini dengan pengibaran bendera Sriwijaya antar daerah tersebut.
A.
ISI PRASASTI
Ini bacaan Prasasti Karangberahi oleh
Boechari, seorang pakar epigrafi (tulisan kuno):
"Selamat ! [disusul mantra kutukan
yang tidak dapat diartikan] Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang
berkumpul dan yang melindungi kadātuan Śrīwijaya [ini]; juga kau tandrun
luah [?] dan semua dewata yang mengawali setiap mantra kutukan ! Bilamana
di pedalaman semua daerah [bhūmi] [yang berada di bawah kadātuan
ini] akan ada orang yang memberontak [...] yang bersekongkol dengan para
pemberontak, yang berbicara dengan pembrontak, yang mendengarkan kata
pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang
tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai dātu,
biar orang-orang mati kena kutuk; biar sebuah ekspedisi [untuk melawannya]
seketika dikirim di bawah pimpinan dātu [atau beberapa dātu ?]
Śrīwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar
semua perbuatannya yang jahat, [seperti] mengganggu ketenteraman jiwa orang,
membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai
racun upas dan tuba, ganja saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya
pada orang lain dan sebagainya, [semoga perbuatan-perbuatan itu] tidak berhasil
dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu. Akan tetapi
jika orang takluk, setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat
sebagai dātu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan
keluarganya: dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari
bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka !
Prasasti Gandasuli merupakan prasasti peninggalan Kerajaan
Mataram Kuna ketika dikuasai oleh Wangsa Syailendra. Prasasti ini ditemukan di
reruntuhan Candi Gondosuli, di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa
Tengah. Yang mengeluarkan adalah anak raja (pangeran) bernama Rakai Rakarayan
Patapan Pu Palar, yang juga adik ipar raja Mataram, Rakai Garung.
Prasasti
Gandasuli terdiri dari dua keping, disebut Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis) dan
Gandasuli II (Sanghyang Wintang). Ia ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuna dengan aksara Kawi (Jawa
Kuna), berangka tahun 792M. Teks prasasti Gandasuli II terdiri dari lima baris
dan berisi tentang filsafat dan ungkapan kemerdekaan serta kejayaan Syailendra.
Prasasti Gandasuli terletak di Desa
Gandasuli di Kecamatan Bulu, dengan luas keseluruhan sekitar 4.992 m2.
Berdasarkan penelitian Prasasti Gandasuli memuat 11 baris tulisan. Tulisan
tersebut menggunakan huruf Jawa Kuno, tapi menggunakan bahasa Melayu Kuno, Prasasti Gondosuli ditulis/dipahat pada batu besar dengan
panjang 290 cm, lebar 110 cm dan tinggi 100 cm, sedangkan bidang yang ditulis berukuran
103 x 54 cm2.
Selain ditemukan prasasti ada pula reruntuhan bebatuan candi yang berserakan disekitarnya. Batu yang berserakan itu diperkirakan hanya bagian atas candi, sedangkan sebagian besar bangunan candi terpendam dalam tanah. Pernah ada upaya dari pihak terkait, yaitu Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, untuk melakukan penggalian. Tapi upaya ini dihentikan karena tanah diatas bangunan candi yang terpendam digunakan untuk pemakaman umum dan juga terdapat makam seorang tokoh agama, Kiai Rofi’I, yang dikeramatkan oleh penduduk setempat.
A. ISI PRASASTI
Dalam
prasasti tersebut, pada baris pertama terdapat tulisan “Nama Syiwa Om Mahayana,
sahin mendagar wa’zt tanta pawerus darma” yang berarti "Bakti kepada Desa
Siwa, Om Mahayana (Orang Besar). Di semua batas hutan pertapaan, tua dan muda,
laki-laki dan perempuan, mendengarkan hasil pekerjaan/ perbuatan yang
baik".Prasasti tersebut berisi penghibahan tanah, dimana tanah itu
digunakan untuk bangunan suci/candi, serta untuk memperingati pembangunan
patung raja (Hyang Haji) disebuah preseda yang disebut Sang Hyang Wintang.
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di
tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti
tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun
Ilir,
kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat 6°31’23,6” LS dan 106°41’28,2” BT.
Tempat ditemukannya
prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci Sadane, Ci
Anten
dan Ci
Aruteun.
Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai
Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun
sekarang termasuk wilayah Kecamatan
Cibungbulang).
Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun
1863. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan
beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik
posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat
semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan
memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir. Prasasti
Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa
Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari tiga baris dan pada bagian
bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran (pilin), sepasang
telapak kaki dan laba-laba. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas
daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut. Hal ini berarti menegaskan
kedudukan Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap sebagai
penguasa sekaligus pelindung rakyat
A.
ISI PRASASTI
vikkrantasyavanipat eh
srimatah
purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva
padadvayam
B. TERJEMAHAN
“Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman,
raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar